Masak cewek kuliah di teknik mesin? Kata-kata itu yang terus memberondongku saat orang bertanya padaku suatu hari.'Ah, ga mungkin kamu kuliah di mesin,' ada juga yang menyangkalnya dengan pandangan meragukan saat menatapku dari ujung kepala hingga kaki. So what? Batinku. Toh banyak juga anak cewek di angkatanku. Bukan aku satu-satunya. Tapi pertanyaan-pertanyaan seperti itu tak hentinya kuterima. Kadang aku hanya senyum sambil lalu.
Mama memang sengaja memintaku agar mendaftar di jurusan teknik mesin. Padahal aku juga di terima di jurusan sains Fisika di kampus yang sama. Tapi yasudahlah. Waktu itu jurusan teknik ini memang menjanjikan apabila lulus tepat waktu aku bisa langsung bekerja di suatu perusahaan milik negara. Asal aku lulus tes ujian masuk.
Ya, mungkin takdir Allah tak pernah salah. Aku lulus seleksi hingga akhirnya aku sekarang bekerja di perusahaan ini. Aku cukup bersyukur dengan karirku sekarang. Meskipun aku tak secara lengsung berhubungan dengan mekanik sesuai basicku tapi aku lebih nyaman. Aku sekarang lebih banyak mengurusi kualitas kontrol.
Hingga beberapa hari lalu aku harus kembali terjun ke lapangan. Aku balik mengunjungi lapangan dimana aku pernah belajar dan sedikit mengorek ilmu yang kudalami beberapa tahun lalu.
Hai mesin, hai semua instalasi yang lumayan rumit di otakku. Aku kembali menyusuri lorong dimana ada mesin besar disana. Aku mencium bau oli dan mendengar putaran poros. Ada rasa yang tak mampu kujelaskan. Mungkin aku rindu ingin menjadi insinyur 'sesungguhnya'.
Mama memang sengaja memintaku agar mendaftar di jurusan teknik mesin. Padahal aku juga di terima di jurusan sains Fisika di kampus yang sama. Tapi yasudahlah. Waktu itu jurusan teknik ini memang menjanjikan apabila lulus tepat waktu aku bisa langsung bekerja di suatu perusahaan milik negara. Asal aku lulus tes ujian masuk.
Ya, mungkin takdir Allah tak pernah salah. Aku lulus seleksi hingga akhirnya aku sekarang bekerja di perusahaan ini. Aku cukup bersyukur dengan karirku sekarang. Meskipun aku tak secara lengsung berhubungan dengan mekanik sesuai basicku tapi aku lebih nyaman. Aku sekarang lebih banyak mengurusi kualitas kontrol.
Hingga beberapa hari lalu aku harus kembali terjun ke lapangan. Aku balik mengunjungi lapangan dimana aku pernah belajar dan sedikit mengorek ilmu yang kudalami beberapa tahun lalu.
Hai mesin, hai semua instalasi yang lumayan rumit di otakku. Aku kembali menyusuri lorong dimana ada mesin besar disana. Aku mencium bau oli dan mendengar putaran poros. Ada rasa yang tak mampu kujelaskan. Mungkin aku rindu ingin menjadi insinyur 'sesungguhnya'.
Comments
Post a Comment